I Wish You Would
(Diikutkan dalam lomba fanfic The Chronicles of Audy Penerbit Haru)
***
Lihatlah salju kini turun lagi. Masih ingatkah kamu saat kita berjalan-jalan di Central Park, New York? Kamu dengan sangat antusias menceritakan keberhasilanmu beserta bandmu. Kamu membeli sekali banyak kacang, karena memang kamu menyukainya. Kamu bilang kacang disini adalah kacang terenak, dan saat itu juga kamu melakukan hal-hal konyol hingga kamu keselak kacang. Kamu selalu berhasil membuatku tersenyum, tanpa kusadari kamu sudah berhasil membuatku jatuh cinta kepadamu. Kamu berhasil membuktikan itu kepadaku, Rex. Dan aku tidak tau apakah kamu akan tetap tinggal di sisiku atau tidak?
***
“Selamat Ulang Tahun Audy!”
Aku sudah
mempunyai rencana bersama Rex akan menghabiskan hari ulang tahunku hingga natal
bersamanya. Dia berjanji akan membawaku keliling kampung halamannya di Holmes
Chapel dan merayakan malam natal di London. Kini dia sudah berdiri di depan
apartemenku dan mengejutkanku dengan sekotak cupcake yang lucu berjumlah 13
dengan buket bunga mawar dengan berbagai macam warna. Padahal di tidak bilang
akan datang sepagi ini. Bayangkan saja dia sudah memencet bel pintu apartemenku
di jam empat pagi.
“Hari ini mau kemana dulu?” tanya Rex yang memelukku dari
belakang saat aku menyusun cupcake di piring. Aku yang masih setengah mengantuk
hampir saja salah menaruh cupcake dan hampir membuatnya jatuh ke lantai. Karena
hal itu Rex memelukku, katanya “Biar kamu nggak ceroboh lagi. Untung baru
cupcake yang jatuh, kalau kamu yang jatuh gimana?”
“Bagaimana kalau seharian ini
kita di apartemen saja? Aku sedang malas pergi kemana-mana. Aku..aku hanya ingin
menghabiskan waktu bersama kamu di apartemen.” ucapku sambil menoleh kearahnya
dan dia tersenyum, menampilkan kedua lesung pipit yang membuatku tertular untuk
tersenyum juga.
Tidak pernah
kusangka aku dan dia akan menghabiskan waktu bersama seperti ini. Dulu ketika
kami bertemu, dia selalu berkata kalau dia sangat mengagumiku. Kami berbicara
banyak hal, mulai dari musik, pengalaman, tentang aku, dan juga tentang kamu.
Rex mulai sering menghubungiku dan bertekad akan membuatku jatuh cinta. Dia
terus menelponku, mengirimiku pesan, bahwa dia akan sesering mungkin
mengunjungiku di Amerika. Aku yang bekerja sebagai penyanyi memang tidak
memusingkan akan hubungan jarak jauh. Kami juga masih sering satu panggung, dan
kami masih bisa menghabiskan waktu bersama sambil keliling dunia.
Dia terus berjuang hingga
akhirnya dia terus-menerus mengunjungiku saat dia melakukan promo albumnya di
Amerika. Padahal umur kami terpaut cukup jauh, dan dia terbilang lebih muda
daripada aku. Aku yang merasakan hal tersebut takut, takut kalau dia belum
cukup dewasa untuk melakukan hubungan ini kepada wanita yang lebih tua 5 tahun
daripada dirinya.
Berkali-kali
aku jatuh cinta, dan saat itu juga cinta itu kandas. Mereka mempermainkanku,
berjanji akan menjagaku, menjaga hatiku. Dalam sekejap mereka hanya
mempermainkanku, mereka menyakitiku, dan mereka meninggalkanku. Kini ada
seorang pria muda yang masih tahap pendewesaan yang menawarkan cinta untukku.
Dia terlalu baik, dia belajar untuk menjadi lebih dewasa sebelum waktunya hanya
untukku.
***
“Bagaimana dengan bandmu?” tanyaku.
Setelah memainkan
berbagai macam permainan. Hingga akhirnya matahari sudah hampir tenggelam,
akhirnya kami mengistirahatkan diri sebelum makan malam. Rex dan aku sudah
membereskan kekacauan kami hari ini. Kami mengistirahatkan tubuh kami di sofa
dan perlahan-lahan Rex mulai menarikku kedalam pelukannya yang hangat, dan
dilanjutkan oleh jari-jarinya yang menelusuri helaian-helaian rambutku. Aku
suka saat Rex melakukan itu, mengingatkanku akan belaian ibu sebelum pergi
tidur.
“Baik. Kami akan mulai tur lagi setelah tahun baru” ucap Rex
yang kini sudah menyenderkan kepalanya di bahuku.
“Rex. Apakah hubungan kita akan
tetap berjalan dengan baik?” tanyaku hati-hati, dan dalam sekejap tubuhnya
seperti membeku “Ng… maksudku? Ka-kamu kan tau, aku sibuk dan kamu juga sibuk.
Belum lagi penggemar-penggemar kamu yang dari awal sudah menentang hubungan
kita” jelasku ragu.
“Audy, kamu tau apa yang bikin
aku terus berjuang hingga sekarang?” tanya Rex yang membuatku langsung menoleh
kearahnya dan menatap kedua matanya yang memancarkan keseriusan akan ucapannya
tadi. Lalu dia menggengam kedua tanganku yang membuat badanku otomatis harus
menyesuaikan keadaan saat ini agar tetap bisa menatap dirinya yang sedang
serius.
“Karena aku sudah bertekad untuk
mencintaimu. Aku tidak peduli apa kata orang. Aku memang harus profesional
sebagai idola, tapi kini aku punya seseorang yang berharga untuk aku jaga juga.
Jadi, kalau ada masalah antara kamu dan penggemarku, aku akan cari jalan keluar
agar semua itu teratasi dengan baik” jelasnya yang berakhir dengan memberikan
kecupan hangat di keningku. Aku merasa tenang. Ya tenang, tenang untuk saat ini
saja.
***
Malam Tahun
Baru aku akan tampil di tengah keramaian jalan di New York City. Aku selalu
jatuh cinta dengan New York. Berbagai macam hal mulai dari kehidupan masyarakat
dengan berbagai aktifitas. Gaya berpakaian mereka ketika berjalan di
sudut-sudut jalan New York. Saat malam hari akan semakin ramai dengan adegan
pertengkaran di jalan antara dua orang yang berbeda pendapat. Atau sepasang
kekasih yang bertengkar dan kadang berakhir dengan sebuah ciuman yang tulus
akan maaf.
Malam ini
adalah penutup tahun terbaik untuk diriku. Rex yang menggengam tanganku sebelum
seluruh masyarakat mulai menghitung mundur menuju pergantian tahun. Penutup
tahun yang manis, saat bersama dirinya yang selalu tersenyum kepadaku dan
memelukku dengan erat.
“I love you, Audy” ucap Rex sangat lirih, tapi aku bisa
melihat itu. Melihat tatapan matanya yang langsung menuju manik mataku. Seperti
matanya yang berbicara langsung kepadaku.
10… 9…. 8…. 7
“I love you too, Rex” ucapku yang mengalungkan kedua
tanganku di lehernya dan ikut tersenyum saat dia mulai menampilkan kedua lesung
pipitnya.
6… 5… 4…. 3…
“Kamu tau Rex, ini adalah tahun
terbaikku, karena bisa melihat kamu berjuang untuk bikin aku jatuh cinta,
hingga saat ini aku jatuh cinta sama kamu. Terima kasih untuk berada di sisiku.
Sudah berjuang dari ejekkan semua orang. Terima kasih sudah mencintaiku” ucapku
yang berbarengan dengan orang-orang yang masih menghitung mundur.
2… 1!!
“Sama-sama Queen” tepat saat itu juga dia mencium bibirku
berkali-kali. Aku merasakan kembang apiku sendiri di tubuhku, saat ia menciumku
lagi dan lagi.
“Selamat Tahun Baru”
***
Aku tidak
tau kenapa aku selalu terbangun di jam dua pagi. Bayangkan saja ini jam dua pagi,
yang seharusnya sudah bisa tidur nyenyak dan bisa bermimpi indah. Aku masih
menatap lembaran-lembaran kertas di hadapanku. Seharusnya aku bisa dengan
lancar menulis lagu di saat-saat seperti ini, sepi, dan kebanyakan orang
berkata ‘Malam hari adalah suatu waktu yang penuh dengan inspirasi’.
Ada banyak-banyak kata yang tidak
bisa aku ungkapkan langsung kepadamu. Aku bingung harus memulai darimana, saat
aku sendiri sulit untuk melukaimu dengan sebuah lagu. Aku terlalu bahagia saat
kamu hadir dihidup aku, seperti selama aku bersama kamu, hari-hariku selalu
berwarna, walaupun kita juga sering berbeda pendapat. Dan aku juga membenci kamu.
Kamu yang sangat pengcut saat kamu berkata “Aku sebaiknya menyerah saja Rose”
“Maksud kamu apa?” tanyaku panik dan mulai terpancing emosi.
“Kamu tau kan penggemar aku nggak
bisa nerima hubungan kita. Dan mereka sudah berkali-kali ngirim kamu surat
pembunuhan dan hal-hal buruk yang lainnya. Aku nggak bisa nyakitin kamu terus”
jelas Rex dengan wajah yang lelah.
Semalaman
kami memang bertengkar karena Rex melirik wanita lain dengan penuh gairah.
Entah dia dalam keadaan sadar atau sudah dalam pengaruh alkohol. Percuma kami
bertengkar, apalagi saat di dalam pub dan aku juga sudah terlalu lelah. Aku
langsung pergi kembali ke kamar hotel, dan dia masih berada di pub. Aku tidak
menyangka kini dia mengatakan menyerah akan hubungan kami. Aku baru merasakan
rasanya menjadi seorang wanita yang dicintai seutuhnya oleh pangeran tampannya
dan kini dia bilang MENYERAH!
“Kamu janji sama aku akan terus berjuang buat aku, buat
kita! Terus yang kamu maksud berjuang itu apa?” tanyaku yang mulai menaikan
suaraku
“Rose-“ ucap Rex yang berusaha menenangkanku.
“Nggak usah panggil aku Rose, kalau kamu nggak bisa pegang
semua kata-katamu. Kamu sama aja dengan yang lain. PEMBOHONG!!”
Setelah
pertengkaran itu aku memutuskan untuk pulang terlebih dahulu dan meninggalkan
dia. Kami berhenti sampai sini saja. Kami tidak bisa mengikuti rel kereta yang
terlalu banyak lika-liku dan rintangan. Rex lebih memilih menyerah dan turun di
stasiun lebih awal sebelum sampai ditujuan kami. Membuatku harus turun juga dan
menyerah kepada hubungan ini. Lagi-lagi aku gagal. Lagi-lagi aku sakit hati.
Lagi-lagi lagu cinta yang aku tulis.
***
Sejak
kejadian tersebut aku memilih untuk tinggal di New York, melupakannya, dan
berusaha untuk memperbaiki diriku dari sakit hati. Biasanya kalau aku sakit
hati, aku akan membenci semua pria termasuk si pembuat sakit hati tersebut.
Tapi, suatu malam dia datang kepadaku dengan wajah yang lebih tirus dan sangat
lelah.
“Audy aku minta maaf untuk semua
kebodohanku saat itu” ucapnya sambil mengusap wajahnya yang lelah. Aku masih
membiarkan dirinya berdiri di depan pintu kamar gantiku. Saat ini kami adalah salah
satu tamu untuk acara penghargaan yang diadakan di Los Angeles. Sepertinya Rex
tidak hanya ingin mengucapkan kata maaf, dilihat dari wajahnya, Rex masih ingin
menjelaskan beberapa hal. Aku menariknya ke dalam dan menyuruh rekan-rekanku
untuk keluar sebenatar dan memberikan ruang pribadi untuk aku dan Rex.
Aku sudah
duduk dan dia tetap pada pendiriannya untuk berdiri dan kini mulai
mengacak-acak rambutnya. Dia seperti bingung, kata yang mana yang tepat untuk
memulai penjelasannya. Sedangkan aku masih diam seribu bahasa untuk memberinya
kesempatan. Aku sudah capek bermusuhan dengan semua mantanku. Lagipula aku
tidak bisa membenci Rex. Aku tidak pernah bisa membenci dan menyakitinya balik.
“Kamu tau apa yang membuat aku
tidak bisa tinggal di kereta dan melanjutkan perjalanan kita? Aku tidak mau
kamu terluka-“ pada saat itu juga aku ingin membantahnya, dan dia langsung
mengangkat tangannya untuk membiarkan dia menjelaskan semuanya.
“Aku tau kamu mau membantahnya, tapi biarkan aku jelaskan
dulu semuanya”
“Aku
memutuskan untuk berhenti. Aku tidak mau kamu jenuh dan terdesak dengan kondisi
ini. Aku nggak bisa bikin kamu selalu tertekan dengan semua tanggapan
orang-orang akan hubungan kita. Tapi, aku tetap akan berusaha biar semuanya
kembali seperti semula. Aku tidak akan berjanji, tetapi suatu hari nanti aku
akan berdiri dihadapanmu dan menjadi pria yang benar-benar siap untuk berada di
sisimu” jelas Rex yang membuatku berdiri seperti ingin meraihnya, tetapi aku
sudah tidak bisa lagi bergerak. Kami seperti terpisah oleh ruang yang berbeda,
walaupun kami bisa melihat satu sama lain.
“Aku mencintaimu Rose. Selalu dan
selamanya mencintaimu” ucap Rex yang langsung menarikku kedalam pelukannya dan
mencium keningku dengan sangat hati-hati. Aku masih terkejut dengan semua ini.
Kehadirannya saja seperti mimpi buatku. Saat aku masih menggantungkan
lagu-laguku untukmu, dan kini kamu datang untuk memberiku suatu ide.
Aku masih belum berani untuk
membalas pelukannya, dia masih mencium keningku. Ciuman itu seperti perantara
untuk menggantikan waktu-waktu kami yang sudah terbuang, dan rasa rindu yang
sudah menumpuk diantara kami. Tiba-tiba saja aku merasakan sesuatu yang basah
mengalir, dan aku tau Rex menangis. Menangis untuk pertama kalinya dihadapanku.
Rex semakin mempererat pelukannya, membuatku langsung membalas pelukannya saat
itu juga.
***
Satu bulan aku belum bisa
memaafkannya. Kami bekerja di dunia yang sama, kami masih sering bertemu, dan
kita seperti dua orang asing yang tidak akan bertemu lagi di persimpangan dan
akan berbincang-bincang. Aku masih marah kepadanya, hingga hati ini juga terasa
sakit. Tapi, ketika mataku bertemu dengan matanya, aku tidak bisa membencinya,
tidak akan bisa.
Satu bulan
lagi bertambah, aku mulai sibuk dengan jadwal tur dan dia juga begitu. Tidak
ada lagi yang bisa aku dan Rex pertahankan. Hubungan kami sudah menjadi debu,
dan memenuhi seluruh ruang hatiku. Ketika debu itu terusik, dia bisa membuatku
batuk dan merasakan sesak. Rasanya aku ingin menghancurkan semua tembok ruang
hatiku, membiarkan banjir membawa pergi semua foto-foto tentang kita. Semua
kenangan tentang kita.
Sudah enam
bulan berlalu ketika kau menyatakan menyerah. Dan aku marah, tapi tak sanggup
membencimu. Kamu datang kepadaku menjelaskan semuanya dan berkata kamu masih
mencintaiku, membuat hatiku sakit tapi aku masih ingin berada di pelukanmu
lagi. Dan kamu malah kembali pergi, dengan semua rasa penasaranku, apakah kamu
akan kembali lagi?
Hari ini aku kembali ke New York
setelah menyelesaikan rangkaian tur duniaku. Hujan sedang sering-seringnya
datang ke New York, dia merindukan awan New York. Seperti aku yang merindukan kabarmu, Rex.
Seharian
ini aku ingin menjadi manusia normal, bukan lagi Audy yang terkenal dimana-mana
dengan lagu-lagu cinta yang berhasil menyihir semua orang. Aku berusaha menata
kembali hidupku yang dulu, atau membuat sebuah perubahan pada diriku sendiri.
Menelusuri Central Park mencari
ketenangan di setiap sudutnya. Aku terus berlari, memahami apa yang sebenarnya
hatiku rasakan saat ini. Akankah aku berdamai dengan luka, atau aku masih terus
bertahan bersama luka? Dan beruntungnya
aku kini bisa menyaksikan hujan turun mengguyurku di tengah-tengah hutan buatan
ini tanpa seorang pun. Hujan datang seperti membasuhku dan membawa pergi semua
bebanku, hingga aku merasa akhirnya bisa bernafas kembali. Aku seperti
menemukan jalan keluar, dan saat itu juga aku keluar dengan keadaan bersih.
Aku memilih pindah ke New York,
dengan gaya yang baru, dengan diriku yang baru. Aku juga akan menulis lagu
cinta yang baru tentangmu, tentang dirimu yang tidak pernah meninggalkanku. Aku
selalu melihatmu di pinggir panggung, dengan tepuk tangan yang paling meriah
saat aku di atas panggung. Kamu selalu tersenyum dan berkata “Lihat diatas sana
ada seorang wanita yang hebat”. Kamu tetap memberiku bunga mawar dan berbagai
macam hadiah. Kamu juga menuliskanku sebuah lagu yang akhirnya malam setelah
kamu menulis lagu itu kamu datang langsung kehadapanku dan menjelaskan
semuanya. Kamu selalu datang, walaupun itu hanya sekedar lewat depan
apartemenku, dan memandangku dari seberang jalan raya. Aku melihatmu, dan aku
tersenyum. Kamu kembali masuk ke dalam mobil dan pergi melanjutkan lagi
perjalanan kamu.
Aku nggak tau kenapa kamu selalu
melakukan hal itu selama aku pindah ke New York, walaupun tidak setiap
malamnya, tapi kamu selalu menyempatkan diri untuk mengunjungiku dan hanya
berdiam diri di seberang jalan. Aku tau kamu ingin sekali mendatangiku, tapi
kamu masih merasa kalau kamu belum pantas berada dihadapanku. Seperti ucapanmu
saat itu.
Aku cuma bisa berharap kamu tahu
yang sebenarnya, bahwa aku juga masih mencintaimu. Aku nggak akan pernah melupakan
kamu selama aku hidup. Aku berharap kamu disini dan benar-benar menekan bel
pintu apartemenku saat ini juga. Aku hanya bisa berharap. Aku tau kamu cuma
ingin membuktikan kepadaku. It’s all good, I wish you well.
Komentar