Stupid Damn Love
Ada kalanya aku ingin sekali melihatmu kembali. Melihat
wajah itu lagi. Melihat kau yang selalu mengembangkan senyum itu. Aku ingin
sekali melihat mata yang tegas itu. Tapi apa daya, kau saja sudah tidak mau
bertemu denganku. Mengingatku saja itu hal yang mustahil. Mungkin aku tidak
bisa menjadi seseorang yang lebih dihidupmu. Tetapi, aku hanya punya satu hal,
anggap saja aku temanmu. Anggap saja aku teman curhatmu. Anggap saja aku teman
yang asyik untuk di ajak bicara atau melakukan hal kesukaanmu. Aku akan belajar
beradaptasi untuk itu.
Untuk sekedar menyapaku saja kau tidak mau. Kau tidak mau
menatapku lagi. Kau tidak mau menganggapku temanmu. Aku seperti sampah di
depanmu. Itu memang sadis, tapi nyata. Aku bisa melihat semuanya dari sikapmu,
matamu, dan gaya bicaramu kepadaku. Mitos namanya, kau merangkulku layaknya
seorang teman. Jujur aku masih menyimpan rasa itu. Tapi rasa itu kini
berselimutkan, benci, kekesalan, cemburu, sedih, galau. Hanya karena kau merayu
kekasih barumu di jejaring sosial. Semua orang bisa melihat betapa serasinya
kalian, betapa romantisnya hubungan kalian, tapi ketika aku melihatnya aku
tidak sedih ataupun kesal. Yang ada di pikiranku saat itu adalah “Kapan kalian
menikah?”
Aku hanya ingin semua ini berakhir. Tiada kebencian, tiada
dendam, tiada kekesalan, tiada kesedihan lagi bagiku. Karena percuma, dimatamu
aku hanya angin berlalu. Tidak perlu disapa, hanya dirasa kehadirannya.
Bolehkah aku memimpikanmu yang indah? Bolehkah aku
memimpikanmu menjadi milikku? Bolehkah ceritanya berakhir bahagia, aku dan
kamu? Bolehkah, untuk kali ini saja jangan bangunkan aku dari mimpi ini? Aku
hanya ingin berdua denganmu melakukan hal yang berbeda setiap hari, saling
mengisi satu sama lain, selalu mengucapkan kata “I Love You” dan membuat
kacamataku berembun.
Bangun! Bangun! Bangun!
Betapa bodohnya aku masih mau berkhayal seperti itu. Dikala
kau sedang mengenggam tangannya dengan erat. Membisikkan kata “I LOVE YOU”
Mendendangkan petikan gitar yang sangat klasik nan indah. Dan berakhir dengan
kecupan di kening. Aku tidak kesal ataupun marah kepadamu. Aku kesal kepada
perasaan ini, muncul tanpa disuruh, dan ingin sekali hilang tapi sungguh sulit.
Mungkin untuk saat ini aku sulit merelakanmu dengan
perempuan manapun. Melakukan hal-hal yang seharusnya kau lakukan untukku. Tapi
akan ada saatnya, aku akan tersenyum bahagia melihatmu bahagia dengan pilihan
hidupmu, walaupun itu bukan aku.
Insomnia datang mengutukku, ketika semua yang ada di
pikiranku penuh denganmu. Tengah malam, aku masih merapal namamu dalam doaku.
Berharap kau berhenti membuatku menunggu, berhenti membuatku menangis, berhenti
merindumu, dan terlelap dalam mimpi indah bersamamu.
Komentar