One Way to Malacca



Pertama kali saya mendengar kata Melaka, saya kira Melaka adalah bagian dari Indonesia paling atas dekat Malaysia. Ternyata Melaka adalah salah satu kota di Negara Malaysia. Melaka memiliki predikat Kota Warisan Dunia (World Heritage) yang diberikan oleh UNESCO sejak 7 Juli 2008. Selain Melaka, Malaysia punya satu kota lagi yang mendapatkan predikat World Heritage yaitu, Penang.
Setelah tahun lalu saya dan mama pergi ke Penang, kali ini tujuan kami adalah Melaka yang bersebrangan dengan Dumai, Riau. Kami akan melakukan short trip selama dua hari di Melaka. 

Dari Jakarta kami berangkat dengan flight pertama Air Asia. Sampai di KLIA2 kami langsung menuju ke lantai 1 untuk naik bus menuju Melaka. Kami naik Star Mart Express menuju Melaka Sentral. Perjalanan KLIA 2 ke Melaka Sentral dapat ditempuh selama 2,5 jam. Kebetulan bangku di bus sangat comfy, lumayan besar, dan luas untuk tempat kakinya, jadi worth it juga sama harganya. Sesampainya di Melaka Sentral kita lansung cari terminal untuk tujuan domestik dan cari bus panorama warna merah No. 22. Setelah saya tanya dengan orang sekitar, ternyata hotel kami D'hotel yang ada di Jalan Ong Kim Wee harus naik bus tersebut. Bus tersebut memang lewat jalan itu, tapi nggak ada bus stop di depan hotel kami. Sangat beruntunglah kami dapat supir bus yang baik, yang dengan baik hati menurunkan kami pas di depan D'Hotel. Yeay!

Selanjutnya kami jalan ke Jonker street yang merupakan kawasan pecinan atau Chinatown di kota Melaka. Kalau dari hotel kami dapat di tempuh, sekitar sepuluh menit. Walaupun matahari bersinar sangat terik hari itu, tapi kami tetap menyusuri Jonker Walk yang sepi. Iya, karena kalo bukan weekend Jonker Street ini sepi, dan pasar malamnya nggak ada. Jadi kami cuma menyusuri blok ke blok lainnya dan kadang berhenti untuk foto di beberapa spot menarik.

Setelah itu kami memutuskan untuk berhenti sejenak di Lao Qian Ice Cafe yang terletak di jalan Hang Jebat  (Jonker Street) dekat dengan Chirst Church Melaka pusat kota tua Melaka. Cafe berwarna merah yang terdiri dari dua lantai  ini mempunyai menu andalan "Es Durian Cendol" yang sangat terkenal dikota Melaka, cafe  ini sudah menjadi salah satu tujuan wisata kuliner  bagi para wisatawan yang telah mendengar kelezatan es durian cendol ini. disitu kami membeli beberapa oleh-oleh dan memesan es teh kopi tarik. Rasanya kaya teh tarik biasanya, cuma agak pahit. Mama saya memesan cendol durian, dan katanya enak banget. Seusai ngadem di toko itu, kita jalan lagi untuk cari makan, kebetulan dari berangkat di Jakarta tadi belum makan. Sayangnya di sekitar Jonker Walk cari makanan yang ada tulisannya halal itu susah, kita baru dapet di blok yang paling ujung namanya La Que. Disini mereka jual makanan melayu dan ada tulisannya halal. Kami, saya dan mama memesan Asam Ayam Pedas dan dua gelas Teh Tarik. Dan saya baru sadar kalau di Jonker Walk itu banyak cafe, dibandingkan warung makannya. Cafe La Que ini tempatnya bagus, penuh barang-barang antik, dan makanannya enak.


Puas muter-muter di Jonker Walk, kita lanjut ke Melaka River. Kami jalan menyusuri Melaka River dan sempat beberapa kali foto-foto di depan hotel Casa Del Rio, hotel megah depan Melaka River dengan bangunan ala Portugis gitu. Terusnya kita berjalan ke sebrang ada Stadthuys dan Red Square, dan ternyata di daerah situ nol kilometernya Melaka. Di tempat ini rame banget, nggak hanya Chris Church, Dutch Square, tapi juga banyak yang buka warung kecil di sekitar pinggi Melaka River. Jadinya, makan lagi deh.


Menunggu matahari terbenam saya berkunjung ke Muzium Samudera atau yang dikenal Maritime Museum. Sayangnya hari biasa jam operasinya hanya sebentar, jadi saya hanya berfoto-foto di depannya saja. Habis itu mampir di market depan Muzium Samudera dan lagi-lagi sudah banyak toko yang tutup. Setelah matahari terbenam, kami langsung memesan tiket untuk naik cruise untuk menyelusuri Melaka River. Cruise akan menyusuri Melaka river selama 45 menit. Selama perjalanan keberangkatan para penumpang disuguhkan dengan pemandangan sisi-sisi dari sungai Melaka, mulai dari tanaman bakau, rumah melayu kampung morten, dan masih banyak lagi. Ketika perjalanan kembali menuju dermaga dekat Muzium Samudera ada guide yang menceritakan tempat-tempat yang ada di sekitar sungai melaka, mulai dari sejarahnya, dan asal dari bangunan-bangunan tersebut.
(Tips: sebaiknya jika ingin menelusuri sungai melaka dengan kapal boat pada malam hari. Kota Melaka lebih terlihat indah dengan lampu-lampunya.)

DAY TWO

Hari kedua kami keluar dari hotel dan lebih awal untuk mengeksplor Melaka, karena hari ini juga kami harus meninggalkan Melaka dan bertolak ke Jakarta. Jadi jam sepuluh pagi kami sudah check out dari hotel dan menitipkan tas kami di lobby. Selanjutnya kami jalan kaki sekitar lima belas menit ke Jalan Hang Tuah untuk cari makanan melayu dan halal. Di sepinggir jalan Hang Tuah banyak tenda-tenda atau warung kecil yang berjualan disana. Saya memesan roti canai dan segelas teh tarik, sedangkan mama memesan nasik lemak dengan lauk ikan. Seusai dari situ kami menanyakan bus panorama yang berwarna merah untuk mengantar kami ke Tower Taming Sari. Menurut info yang kami dapat, transportasi umum di Melaka sangat sulit untuk bus stop-nya aja harus nanya warga sekitar, karena memang tidak tertulis secara jelas.

Setelah makan kita terpaksa memilih naik taksi, dibanding harus menunggu entah berapa lama jika naik bus dan harus balik lagi menuju Melaka Sentral menuju tempat tujuan. Kami naik taksi menuju Menara Taming Sari. Menara itu bisa berputar 360 derajat dalam waktu tujuh menit. Mungkin kalau malam akan terlihat lebih indah, tapi siang hari juga tidak kalah menakjubkan, bahwa ternyata Melaka River adalah muara yang akhirnya menuju laut. It's beautiful view from a height of 80 meters.

Setelah puas melihat pemandangan Melaka dari ketinggian saatnya menyusuri salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Melaka. Jadi di dekat menara Taming Sari tadi ada dua pusat perbelanjaan, yang satu modern dan satu tradisional. Dataran Pahlawan Mega Mall dan Downtown Melaka. Saya dan mama menyusuri satu persatu demi mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang. Puas berkeliling kami menyusuri kembali kompleks rumah merah dan berhenti ke Taman Melaka Raya.

Pukul setengah tiga sore kami memutuskan untuk kembali ke hotel dan mengambil tas kami, terus langsung menuju ke Melaka Sentral dengan menggunakan taksi. Kendaraan umum di Melaka itu susah banget, rute bus-nya nggak terlalu di publish dan bingung nyari bus stop-nya. Terus di Melaka itu nggak ada brosur wisatanya, di hotel pun nggak lengkap. Jadi, kalau mau jalan-jalan harus tanya resepsionis dulu, kalau nggak bingung. Beda dengan negara atau kota yang pernah saya kunjungi, biasanya di terminal atau di hotel brosur tempat wisata itu lengkap beserta dengan harga tiket masuk, rute, dan bus yang digunakkan.



Keterangan
Harga
Bus Star Mart Express (KLIA2-Melaka Sentral)
RM 24.30/org
Bus Panorama No. 22 stasiun 11
RM 1.50/org
Es Teh Kopi Tarik
RM 5.20
Es cendol durian
RM 5.90
Nasi Asam Ayam Pedas
RM 7.80
Teh Tarik
RM 2.30 – 4.50
Naik Cruise
RM 15
Taming Sari
RM 20
Nasi Lemak
RM 4.5-6
Taksi (Hang Tuah St – Taming Sari)
RM 15
Taksi (Downtown Melaka-Hotel-Melaka sentral)
RM 25
Roti Canai Telur
RM 2.50


Np: Sebenarnya kami banyak sekali beli makanan, cuman nggak dicatat berapa harganya. Mulai dari yang untuk oleh-oleh sampai beli makanan emang untuk dimakan disana. Yang, pasti kalau belinya di warung makan, bukan restoran ya? Kalo di warung makan di jamin murah.

I have mini story when I am in Melaka, and I'll be post soon. So don't forget to check the Mini Story.

Komentar

Postingan Populer