Mini Story: Taxi Driver's Story in Melaka.



Mini story:

Jadi saat saya dan mama kali kedua naik taksi di Melaka, itu menjadi kali pertama saya dan beliau berantem di Melaka. Siang itu kami sudah puas muter-muter di daerah Pahlawan, Downtown, dan sekitarnya, kami pun memutuskan untuk segera kembali ke hotel dan menuju Melaka Sentral.

Setelah menunggu beberapa menit akhirnya kita dapat taksi dan bapak-bapaknya orang melayu asli dan sudah tua. Kami tawar-tawaran harga, saya dan mama pun berantem disitu. Akhirnya setelah deal-deal-an harga plus berantem dengan mama, kami pergi menuju hotel mengambil tas kami dan langsung menuju Melaka Sentral. Bapak supirnya baik banget dan ramah, dia cerita tentang pengalamannya dulu ke Indonesia.

Pak Supir : Dulu saya pernah ke Jakarta, karena anak saya sekolah di Jogjakarta.
Saya: Wah, tahun berapa pak?
Pak Supir: Sudah lama banget. Tahun 90-an kayaknya. (ketawa sebentar. Ya, itu mungkin saya belum lahir)
Saya: Sekarang mah Jakarta udah crowded pak. Macet dimana-mana.
Pak Supir: Iya. Banjir juga kan. Tapi, di Jakarta tuh senang. Di lampu merah aja ada yang nyanyi-nyanyi. Bikin senang. (ketawa lagi. Lah itu pengamen bikin senang. hahaha)

Di Melaka ini banyak jalan yang satu arah, hampir 90% mungkin. Jadi, kalau ke Melaka naik Taksi itu udah kayak muterin Melaka. Jadi, sebelum kita kembali ke hotel, kita lewat Jalan Hang Tuah lagi, dan Pak Supir cerita kalau Jalan Hang Tuah ini dulu banyak kantor pejabat Melaka, tapi sekarang sejak tahun lalu sudah di pindah ke Air Keruh, biar di sini tidak terlalu ramai. Karena sudah banyak kantor pejabat ditambah sekolahan juga.

Sesampainya di Hotel, mama nunggu di taksi, sedangkan saya--yang harus berbakti dengan orang tua-- disuruh ngambil tas di lobi. Whaddyaknow, perkiraan sebelum meninggalkan hotel tadi pagi benar. Saat buka pintu lobi dan bilang mau ambil tas, mbak-mbak receptionist langsung bilang, "Remote tv-nya nggak ada. Mungkin kebawa sama mbaknya." dan anehnya sebelum saya nyari, saya keluar dulu bilang ke mama, "Bener kan kata Misel, remotnya kebawa, tadi nggak mau dicari dulu sih!" dan beliau cuma tersenyum. Akhirnya setelah membongkar semua tas, taunya dia terselip di lipetan celana mama. Kalau mama sedang menyaksikan pembongkaran tas itu dan saya menemukan remote-nya, I will show her and said, "See!".
Saya kembali ke taksi dengan dua tas berat yang isinya udah berantakan dan bilang ke mama, "Remotnya ke selip di tumpukan baju kotor mama tau!" sambil kesel itu ngomongnya. Malu-maluin Ih!

"Ya elah remot doang. Coba kalau tadi tas-nya udah kita bawa, dia mau ngelapor gimana?" tanya mama tanpa bersalah.
"Ya kan ada email dan nomor telepon Misel. Mama mah!"
"Gitu aja di khawatirin. Nanti mama kirimin pake JNE." ucap mama dengan entengnya. Oh Gusti!
"Ya kali ada JNE." maksud hati kesel begini, biar mama itu nggak gampangin kalau ada masalah di Negara orang. Rese ih! Belum pernah ngerasain masuk imigrasi sih mama mah. Dan Pak Supir tertawa mendengar percakapan kami.


Komentar

Postingan Populer