What If









What if, tentang harapan yang terhalang. Tentang kenyataan yang tak mungkin dimungkiri. Tentang hidup yang tak selalu berpihakhingga memaksa Jupiter dan Kamila menjadi lebih kuat daripada yang mereka sadari.

Novel ini bercerita tentang Kamila, Si Anal yang menyambi kuliahnya dengan menjadi asisten dosen ilmu sosial yang sangat detail. Dia ahli dalam menjahit, menggunting rambut, dan mengurus dirinya sendiri. Kamila dikisahkan menjadi gadis yang mandiri dan cerdas.

Lalu ada Jupiter. Pria semester dua yang memiliki nama dewa, penyuka basket, dan perayu ulung. Jupiter punya mata berwarna cokelat yang bisa menyihir siapa pun yang menatap mata itu, termasuk Kamila.

Dua mahasiswa dengan segala perbedaan ini mencoba bertahan atas nama cinta. Berbeda jenis kelamin, berbeda usia, berbeda hobi, dan berbeda agama. Kamila terus saja dibayangi segala kemungkinan jika ia mengutamakan hatinya dan melupakan semua garis yang tidak boleh ia lewati apalagi di langgar. Sedangkan Piter merasa, ‘Apa salahnya dengan berbeda? Toh kita saling mencintai. Tidak ada yang salah dengan jatuh cinta’.

Hingga akhirnya mereka jatuh cinta dan memilih menjalaninya seperti yang Kamila damba-dambakan sejak lama. Dan Jupiter selalu impikan yang tak terjadi dengan kekasih sebelumnya, bahwa inilah rasa sesungguhnya saat jatuh cinta. Sayangnya mereka dihadapkan dengan berbagai lika-liku di perjalanan, mereka kehilangan arah. Mereka sulit menemukan mana yang harus dibenarkan? Mana yang harus dipertahankan?

Lalu bagaimana Jupiter dan Kamila menemukan jalan keluarnya?

Cuap-cuap Sky

Ini buku ketiga Morra Quatro yang saya baca dan setelah membaca semua bukunya, saya menemukan ciri khas dari Kak Morrasebenarnya sudah tau pas baca buku ‘Forgiven’. Dari ketiga buku yang saya bacayang ‘Believe’ masih nunggu keyakinan untuk membelinyaKak Morra selalu menceritakan tentang mahasiswa dan selalu berakhir tidak terduga. Selalu seperti itu, di bab pertama para pembaca akan diarahkan dengan kehidupan mahasiswa/murid yang sangat-sangat detail dan penuh informasi. Ya, Kak Morra ini selalu membubuhkan berbagai macam informasi yang membuat saya tercengang dan saat membacanya ‘Ahh iya.. ya..’ atau ‘Owalah ternyata gitu toh!’. Dan ketika sampai di pertengahan cerita konflik mulai terbaca, pembaca akan tau cerita ini akan dibawa kemana, tapi sulit untuk menebak bagaimana akhir cerita terjadi. Dan… *jreng* seketika itu juga saya kesal, membacanya lagi, menangis, dan akhirnya tersenyum.

Itulah yang saya rasakan juga saat membaca ‘What If’ penuh kejaiban dengan hal-hal tak terduga di setiap babnya dan sangat informatif. Cerita mengenai perbedaan ini sudah banyak sekali dijadikan buku sampai film, tapi baru 'What If' cinta tentang perbedaan agama yang saya baca sampai habis. 

Sebetulnya kisah ini pernah terjadi di kehidupan saya, dan syukurnya bukan saya yang mengalaminya. Sahabat saya mengalami hal ini dan saya ikut terlibat di dalam kisah mereka, seperti Finn yang juga terlibat dalam kisah mereka. Kamila dan Jupiter bisa menjadi pasangan yang sangat amat sempurna dan mereka akan hidup bahagia. Siapa pun yang melihatnya pasti menginginkan itu terjadi. Seperti saya yang melihat sahabat saya dengan mantan kekasihnya saat itu. Saya berharap perbedaan itu tidak pernah ada di dunia ini. Saya ingin mereka bahagia. Tapi, saya tau kini mereka masing-masing sudah bahagia dengan cara mereka masing-masing.

Seperti di bagian favorit saya di ‘What If’

Di bagian ini Jupiter dengan penuh keyakinan akan pendapatnya untuk meyakinkan Kamila tentang perbedaan mereka. “Yang paling menyakitkan dari semua perbedaan ini: bila sesuatu terjadi, misalnya pertengkaran, pembelaan itu selalu muncul; ah, nanti juga nggak bisa sama-sama, ngapain capek-capek sekarang, ini juga nggak pasti. Padahal, pikiran itulah yang sebenarnya menghentikan kita untuk berkorban banyak ke orang yang kita sayang karena kita takut terlalu sakit nanti. Karena kita pikir, kita nggak akan bisa sama-sama juga. Padahal, tentang itu, siapa yang tahu? Lalu, kita memilih orang lain dengan alasan-alasan cemen karena nggak berbeda sehingga bisa saling mengerti. Cinta macam apa itu? cemen. Cuma karena kita nggak mau rugi. Kalau cinta ya cinta saja, kenapa nggak ambil risiko perasaan sakit yang datang bersamanya? Kenapa orang-orang begitu takut berbeda?”(hal 211).

Lalu di akhir cerita akhirnya mereka menemukan jalan itu. “Sejak awal, mereka perlu berbeda. Mereka memang harus berbeda. Sebab ada kalanya itulah yang dibutuhkan manusia untuk menyadari seluas apa hati mereka. itulah yang mereka butuhkan untuk tahu; sebesar apa hati sanggup mencintai.” (hal 278).

Komentar

Postingan Populer