Pusing-Pusing Penang



Welcome to Penang
“Greener, Cleaner, and Saver”

Itulah moto dari Pulau Penang. Hebatnya moto yang mereka miliki itu langsung terbukti ketika saya menginjakkan kaki disana hingga akhirnya saya mengucapkan selama tinggal dengan Penang. Pulau Penang yang mengambil nama dari Pohon Pinang ini salah satu negeri yang cukup maju dan kaya di Malaysia. Dan inilah kisah saya selama di Pulau Penang yang menjadi UNESCO World Heritage Centre.

Setelah menempuh perjalanan dengan pesawat, kurang lebih dua jam lebih lima belas menit. Biasanya penerbangan CKG-PEN hanya dua jam lebih lima menit saja. Sayangnya lalu lintas udara di Jakarta dan Penang yang cukup ramai, tidak bisa membuat pesawat sampai tepat waktu. Karena rute penerbangan airasia CKG-PEN cuma sekali sehari, dan penerbangan dilakukan pada sore hari. Alhasil, kami sampai di Penang sudah malam hari.

Sebenarnya tanggung dan nggak enak banget sampai di tempat tujuan malam hari. Mau kemana-mananya jadi tanggung dan udah males. Apalagi kalau rutenya jauh dan memakan berjam-jam di pesawat. Belum lagi sayang tempat penginapan yang sudah di booking. Sesampai disana pun bingung mau kemana. Apalagi di Penang jam sepuluh sudah mulai sepi.

Puncak KOMTAR
Setelah menukar recehan dengan membeli minum di supermarket di Bandara Internasional Penang atau Bayan Lepas. Kamisaya dan mama, terus mau sama siapa lagi! Segera menuju ke perhentian bus menunggu bus Rapid Penang nomor 401E yang menuju Jetty. Kebetulan kami sudah pesan penginapan di Tune Hotel daerah Georgetown, dan rute bus 401E ini melewati KOMTAR (Komplek Tun Abdul Razak) yang jaraknya lumayan dekat dari hotel. Dengan berjalan sekitar 15 menit dari KOMTAR menuju Tune Hotel.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit dari Bayan Lepas menuju KOMTAR, saya langsung membuka catatan ke arah mana kami harus berjalan menuju hotel. Berhubung saya hanya punya catatan, kalau kami harus jalan lurus habis itu belok kiri menuju hotel dari KOMTAR. Dengan bahasa melayu yang terbatas saya memaksakan diri bertanya kepada orang sekitar dengan bahasa Indonesia.

Masjid Kapitan Keling
Setelah tanya sana-sini, nyasar muter-muter, salah masuk gang, nggak sengaja ketemu salah satu street arts yang nggak tercantum di brosur wisata street art di Georgetown. Sampailah kami di Tune Hotel, dan betapa senangnya di bawah hotel itu ada Seven Eleven. Setelah bersih-bersih kami langsung menuju Seven Eleven membeli makanan siap saja, seperti nasi rendang ayam, Spaghetti, nasi briyani yang tinggal di panasin aja.

Keesokan paginya, jam delapan kami sudah bangun dan siap-siap menelusuri Georgetown. Kebetulan niat saya ke Penang adalah karena sudah ngiler dengan street arts yang ada di Penang. Sekarang ini street arts Penang mulai masuk atau menajadi topik hangat di majalah-majalah perjalanan atau blogger. Mungkin kebanyakan orang pergi ke Penang karena ingin berobat, tapi saya disini mau senang-senang. Hihihi.

Dari hotel, kami kembali jalan kaki menuju KOMTAR. KOMTAR itu semacam pusat dari Penang itu sendiri. Jadi, kemana pun kalian ingin pergi atau berkeliling di Penang kalian akan kembali atau melewati KOMTAR. Nah, dari KOMTAR ini kami akan naik Bus CAT (Free Shuttle Bus) dari namanya aja free, yang pasti gratis. Sayangnya, bis gratis ini cuma bisa mengelilingi Georgetown.

Setelah masuk bus, saya langsung membuka peta yang saya dapatkan di hotel. Peta yang saya ambil tersebut khusus untuk menunjukkan dimana saja letak street arts yang ada di Georgetown. Akhirnya saya memutuskan berhenti di halte nomor 15 dan berjalan kaki untuk menemukan lukisan-lukisan/mural tersebut. Rasanya seperti mencari-cari harta karun, karena saya ditantang untuk terus membaca peta, letak bangunan, dan nama jalan itu sendiri.

Street Art di Penang ini berawal dari para seniman yang mengikuti Georgetown’s Festival. Dari sanalah hasil karya mereka menjadi salah satu wisata yang wajib saat mengunjungi Penang. Sampai-sampai lukisan-lukisan/mural tersebut menjadi icon untuk souveniers dan kaos untuk oleh-oleh.
 
Kebetulan saat saya datang kesana, Georgetown’s Festival juga sedang diselenggarakan. Tapi, dengan tema yang berbeda lagi, walaupun masih mengusuh tema seni. Di lapangan sebelah City Hall ada Optimus Prime dan Bumble Bee dengan street arts wajah-wajah robot Transformers. Entah kenapa? Udah dua kali ini setiap saya jalan-jalan pasti di Negara itu sedang merayakan suatu acara dengan tokoh Transformers. Tahun lalu di Guangzho, sekarang di Penang.

Setelah dua jam berkeliling dari satu lebuh2 ke lebuh lainnya. Kami akhirnya memutuskan mengistirahatkan diri di daerah Lebuh Armenian untuk memesan dua gelas teh tarik panas dan roti canai. Aslinya saya masih ingin mencari beberapa lukisan/mural lagi, tapi mama saya sudah merengek untuk menghindar dari teriknya matahari.

Kami memutuskan untuk kembali ke KOMTAR dan mengejar bus menuju Penang Hills. Dengan bus no. 204 kami langsung ambil tempat duduk paling depan. Oh, iya kalau naik bus Rapid Penang ini, kalian harus tau dimana kalian akan berhenti. Karena bus atau pak supir tidak akan memberi tahu dimana kalian harus berhenti. Supir bus hanya berhenti di halte yang disediakan saja. Kalau ada yang mau turun, silahkan memencet tombol yang di lokasikan di setiap tempat duduk dan beberapa tempat-yang sulit diungkapkan. Kalau untuk penumpang wisatawan seperti saya, biasanya harus rajin-rajin tanya penumpang yang orang asli Penang atau langsung tanya supir busnya.
Kok Lek Si Temple

Dan siapkan uang pas ketika naik bus, karena sang supir nggak mau kasih kembalian. Biasanya kalau mereka nggak ada duit pas, penumpang yang ingin naik harus cari duit pas dulu, kalau nggak ditinggal. Pas itu saya dan mama harus membayar 4 ringgit, dan kami nggak punya recehan. Alhasil kami membayar dengan lima ringgit dan nggak di kasih kembalian.

Rencana awal kami akan langsung menuju Penang Hills, tapi saya menghasut mama saya kalau sebelum Penang Hill ada Kek Lo Si Temple yang cukup terkenal juga di Penang. Karena ada sepasang turis asing yang turun disitu juga, kami pun mengikuti mereka. Saya kira, pas turun kami hanya butuh jalan beberapa meter menuju pintu masuk. Taunya kami harus jalan sekitar tiga meter dengan keadaan jalan yang menanjak. Dengan sinar matahari yang tidak kalah terik saat di Georgetown, kami pun berjalan kaki menuju lokasi Kek Lo Si Temple. Sesampainya disana, saya langsung mencari letak patung Buddha yang cukup terkenal itu. Dan ternyata untuk menuju kesana kita harus naik lift yang cukup aneh, karena naiknya miring ke atas, tidak lurus ke atas.

Pemandangan dari Penang Hills
Kami melanjutkan perjalanan lagi menuju Penang Hills dengan naik bus no 204. Untuk menuju ke bukitnya, kami harus naik semacam tram. Kalau yang pernah ke Hongkong dan main ke The Peak. Nah, macam itu lah!

Gembok Cinta di Penang Hills
Di Penang Hills ada apa aja? Kayaknya sih kalau mau keluarin ongkos beberapa puluh ringgit untuk keliling pasti akan tau apa aja isinya. Tapi, karena saya nggak berminat keliling dan mengeluarkan ringgit. Jadi, saya cuma mampir ke gembok cinta yang ada di atas Owl’s Museum.  Dan sesekali turun ke bawah untuk melihat pemandangan Pulau Penang lebih dekat lagi.

Merasa sudah puas berkeliling di Penang Hills, kami langsung naik bus dengan nomor yang sama seperti berangkat menuju KOMTAR. Dari KOMTAR saya dan mama naik bus no. 101 menuju Batu Ferringi. Dan sungguh luar biasanya, bus yang kita naiki penuh banget. Saya sampai berdiri di sebelah supir.

Setelah keadaan bus sudah semakin lenggang, saya mulai tanya pak supir, kalau kami turun di pantai Batu Ferringi. Jalan di kawasan Batu Ferringi ini hampir sama dengan jalan menuju Parapat dan Dampit. Berliku-liku dan naik-turun.

Sunset in Batu Feringgih
Sampai di pantai, jam sudah menujukkan pukul 18.00 dan matahari masih belum terlihat akan terbenam. Dan sialnya, kami diikuti orang aneh yang bekerja sebagai calo agar kami naik wahana yang ada di pantai tersebut. Dengan terpaksa kami harus meladeni mereka yang cukup sengit menawari kami berbagai macam permainan dengan harga yang sudah tertera. Dengan kekuatan tawar-menawar mama saya, akhirnya saya naik parasailling untuk pertama kalinya.

Anehnya jantung saya nggak jumpalitan. Saya malah nggak sabar untuk cepat-cepat terbang dengan pemandangan laut dan matahari terbenam. Tapi, setelah di atas ternyata cukup capek juga, karena posisi kaki saya salah.

Saya dan mama menutup perjalanan hari itu sampai matahari terbit dan bulan muncul. Anehnya, mataharinya baru terbit pukul 19.30. Dengan badan yang cukup letih, dan hampir aja kebablasan karena asyik ketiduran di bus. Kami kembali ke hotel dan bersiap-siap menghabiskan hari terakhir di Penang esok.
 
Keesokan harinya, kami sengaja bangun agak siang. Karena kami hanya akan mengunjungi city hall dan semacam alun-alunnya Penang gitu. Tak disangka, siang itu matahari tak kalah teriknya dengan siang kemarin.

Dan kebetulan di City Hall ada pameran street art Transformer. Kami kembali berburu street art untuk kenang-kenangan yang siapa tau aja tidak akan ada lagi di tahun selanjutnya. Setelah puas berkeliling di sekitaran city hall sampai Fort Cornwallis. Kami mengistirahatkan diri dengan mencicipi coconut shake dan es kacang merah.

Town Hall


The Jubilee Clock Tower

Saat perjalanan pulang menuju hotel, kami mengalami kejadian yang bisa dibilang cukup lucu dan agak ngeri juga. Di Penang itu, kalau nyebrang nggak bisa sembarangan. Para penyebrang harus menyebrang di zebra cross, dan di setiap zebra cross disediakan lampu merahnya sendiri. Kalau belum lampu hijau jangan nyebrang, ya hampir sama dengan lampu merah yang lain deh.

Nah, saat itu kami juga akan menyebrang menuju pemberhentian Bus CAT no.4. Di sebelah kami ada segerombolan orang kantoran yang baru saja makan siang. Salah satu temannya ada yang nekat nyebrang sebelum lampu hijau. Alhasil teman-temannya yang lain mengikuti hal tersebut beberapa menit berikutnya, karena mereka merasa menunggu terlalu lama.

Kami pun ikut juga menyebrang, karena merasa mungkin boleh juga dilanggar seperti di Indonesia. Sialnya, saat di tengah-tengah menyebrang, dari tikungan depan dua polisi dengan motor besarnya lewat menangkap basah kami semua. Kedua polisi itu memarahi kami semua, dan anehnya kami tidak kena dimarahi juga. Padahal saat itu saya posisi paling depan, dan jantung saya udah mau copot. Karena merasa orang asing dan melanggar peraturan di negeri orang. (cukup sekali saja saya bermasalah di negeri orang)

Selesai juga perjalanan saya di Penang. Kami harus segera menuju Bayan Lepas untuk kembali pulang ke Jakarta. Terima kasih untuk Penang dengan semua pengalaman, pembelajaran, dan informasinya. Saya jadi banyak tau dan banyak belajar.

See you on the next trip!

Tune Hotel
RM 120.00 (Untuk 3 hari dua malam, termasuk handuk dan AC. Dan tidak termasuk wi-fi dan breakfast)
Bus 401E (Bayan Lepas – Jety)
RM 2.70 (Turun KOMTAR)
Bus 204 (KOMTAR – Bukit Bendera)
RM 2.00 (Turun Kek Lo Si Temple)
RM 1.40 (Dari Kek Lo Si Temple menuju Penang Hills)
Lift to Bronze Statue of Kuan Yin (Kek Lo Si Temple)
RM 4.00 (return)

Kereta Railway Penang (Penang Hills)
RM 30.00 (Return)
Bus 101 (KOMTAR – Batu Ferringi)
RM 2.70
Mee Goreng+Ayam
RM 6.00
Nasi Briyani+Ayam
RM 7.00
Teh Tarik Panas
RM 1.20 (tapi ada juga yang Cuma RM 1.10, tergantung rumah makannya juga sih! Dan biasanya kalau pakai Ice lebih mahal lagi)
Roti Bakar Telur (Rekomendasi)
RM 2.20
Parasailing (Batu Ferringi)
RM 70.00 (termasuk guide)
Coconut Shake (Rekomendasi)
RM 3.00
Es Kacang Merah
RM 3.00
Nasi Rendang Ayam
RM 6.50

Nb:
1.      Pusing-pusing = Keliling-keliling
2.      Lebuh            = Jalan
 


Mural

street art exhibition

street art exhibition

street art exhibition

Street art exhibition


Mama Saya di Penang Hills




Kok Lek Si Temple
Mural

Komentar

Postingan Populer