Anak Sulung
Kali ini saya mau bercerita tentang anak pertama atau yang
sering dikenal dengan anak sulung.
Biasanya tugas anak sulung itu banyak. Yang harus jadi
panutan adik-adiknya lah. Harus sering mengalah kepada adiknya. Harus ini…
harus itu… Dan tugas-tugas lainnya yang lama-lama menjadi beban untuk anak
sulung.
Kebetulan saya juga anak sulung, yang lahir lebih dulu dibandingkan
adik saya. Dan saya juga cucu pertama dari keluarga papa saya atau pun mama
saya. Dan kita sebagai anak sulung, tidak pernah meminta untuk menjadi anak
sulung. Hanya kebetulan lahir lebih dulu saja dan menjadi anak sulung. Otomatis
saya punya semua beban diatas tadi dan jadi orang tua ketiga. Bayangkan, anak
sulung menjadi orang tua ketiga, setelah mama dan papa.
Kalau zaman dulu, anak sulung menjadi panutan dan orang tua
ketiga itu masih wajar. Zaman dulu itu punya anak nggak satu atau dua saja.
Bisa SELUSIN!! Oleh karena itu, anak sulung harus menjadi guru untuk
adik-adiknya. Menjadi juru masak untuk adik-adiknya. Menjadi pembantu untuk
adik-adiknya. Karena kondisi sulit saat itu secara tidak sukarela anak sulung
harus dewasa sesuai kondisi sulit saat itu.
Saat ini, anak sulung dipaksa untuk dewasa sejak dini.
Padahal keadaan pun tidak sesulit dulu. Dan menurut saya, mendewasakan anak sejak
dini itu malah membuat tekanan yang tak terkendali pada diri anak sulung. Bisa
jadi si sulung memendam benci kepada takdirnya. Atau dia merasa dia sebagai
bahan percobaan untuk nanti adik-adiknya.
Anak-anak punya dunianya sendiri untuk menjadi anak-anak.
Mereka akan melewati tahap demi tahap untuk menjadi dewasa seutuhnya. Yang
benar-benar mendewasakan mereka dari sikap dan pola berpikirnya.
Kalau ada yang pernah baca novel ‘Sabtu Bersama Bapak’ pasti
tau tentang kisah anak sulung ini. Sang bapak yang juga merasa keberatan dengan
status anak sulung. Karena seorang anak, tidak wajib menjadi baik atau pintar
hanya karena dia sulung. Hal-hal seperti itu nanti yang takutknya membuat
sulung menanamkan rasa iri kepada adik-adiknya. Yang membuat anak sulung benci
dengan takdirnya dan membuat adik-adiknya juga tidak bertanggung jawab dengan
cara yang sama. Karena semua umat manusia punya tugas dan tanggung jawab yang
sama untuk menjadi baik dan pintar. Itu sudah kodratnya. Bukan tugas
masing-masing, yang tua harus lebih baik dan pintar. Sedangkan yang bungsu
biasa-biasa saja.
Saya juga belajar banyak dari novel ‘Sabtu Bersama Bapak’.
Salah satunya tentang rekaman memotivasi anak sulung dengan cara yang positif,
yaitu:
1.
Anak sulung pasti
nggak pernah lepas dengan ‘disuruh jagain adik’. Dan menurut saya tugasnya,
udah ngalah-ngalahin babysitter.
Contoh:
“Mbak jagain adiknya!”
“Jagain adiknya! Jangan sampai jatuh
atau kenapa-kenapa!”
Pasti yang sulung sering banget denger
kata-kata ini. Dan kalau sampai teledor, pasti anak sulung yang kena marah.
Gimana sulung nggak iri dan benci sama statusnya.
Nah, kalau mas Adhitya Mulya tulis di
bukunya. Coba bilang ke anak sulung kalau adiknya butuh perlindungan kakaknya. “They
needs your help”. Dari situ anak sulung merasa dia seperti superhero yang
memang bertugas untuk melindungi adik-adiknya.
Jadi, tanpa harus perintah dan anak sulung
akan mengerti kalau adiknya butuh perlindungan. Tanpa paksaan dan secara
sukarela sulung akan melakukan tugasnya.
2.
Anak sulung diwajibkan
selalu mengalah dengan adik-adiknya.
Contoh:
“Mbak ngalah lah sama adiknya!”
“Kamu kan yang paling tua, ngalah dong
sama adiknya.”
Ini yang paling saya benci. Apa-apa selalu
mengalah! Di dunia yang keras ini kata mengalah itu letaknya paling akhir di
kamus.
Mas
Adhitya ini kebetulan punya tips biar si sulung tidak merasa terintimidasi
dengan selalu mengalah. Bilang aja ke anak sulung kalau adiknya juga pingin
pakai baju kaya kakaknya. Soalnya dia juga pingin keren kaya kakanya. Anak
sulung tidak merasa di mengalah. Dia akan merasa dirinya keren untuk
adik-adiknya, dan nggak ada adegan berantem berebutan baju deh!
3.
Anak sulung tidak pernah
luput dengan tugas disuruh mengajari adiknya.
Contoh:
“Mbak, tolong adiknya di ajarin!”
“Ajarinlah adiknya!”
Kesel sih!
Ya, tapi mau gimana lagi.
Kalau kata Mas Adhitya Mulya.
Coba bilang ke sulung kalau adiknya minta diajarin, soalnya sama mama atau
papanya nggak mau. Adiknya merasa kalau sulung itu pintar.
Jadi, kalau mau memotivasi anak
sulung agar dengan sukarela melaksanakan tugasnya adalah dengan memujinya.
Tidak akan ada rasa iri, terintimidasi, ataupun benci dengan status sulungnya.
Dengan cara-cara diatas tadi, si sulung akan merasa dia keren untuk menjadi
seorang sulung. Dan sulung akan dengan sukarela menjadi panutan adiknya.
“Karena sebenarnya
menjadi panutan bukanlah tugas anak sulung kepada adik-adiknya. Menjadi panutan
adalah tugas orangua untuk semua anak”
Jangan pernah membebankan anak sulung dengan tugas yang
bukan tugasnya. Anak sulung nggak pernah meminta dia menjadi anak sulung. Jadi,
untuk orang tua didiklah anak sebaik mungkin sebelum terlambat. Diajarkan
sesuai takaran dan menurut tahapannya.
Nb: Terima kasih mas Adhitya Mulya yang sudah memberikan
pelajaran-pelajaran berharga yang tertulis rapi di ‘Sabtu Bersama Bapak’.
Komentar