Wonderland
Bangun di dalam sebuah ruangan kecil, dengan jendela tanpa
cahaya matahari yang masuk di sela-selanya. Semua terlihat sama, kapan pun itu waktunya. Udara kadang
terasa panas mengukus ruangan kecil ini. Kadang bisa juga berselimut dingin begitu saja disetiap dinding-dindingnya. Ruangan
ini berisikan satu tempat tidur yang kecil dan renta. Satu lemari kayu dua pintu yang sudah tua, penuh coretan dan tempelan stiker. Satu meja belajar yang
tak pernah aku pakai untuk belajar, dan malah beralih fungsi untuk makan dan mengetikkan
berlembar-lembar cerita. Dan sepasang kursi kayu tanpa sandaran yang membuat punggungku letih.
Dinding-dinding kamar yang berhiaskan goresan cat air tanpa
makna. Goresan-goresan itu ku buat agar aku tidak merasa sepi. Bersamaan dengan
goresan cat air tanpa sentuhan seni tersebut, aku memberinya teman dengan
beberapa… ah bukan beberapa, tapi banyak sekali foto dan gambar yang ku buat
karena aku sedang menginginkannya saat membuat gambar-gambar tersebut. Betapa
ramainya dindingku kini, tapi aku tetap merasa sepi.
Di suatu waktu, aku membenci ruangan ini yang tidak pernah
tersentuh cahaya matahari sedikit pun. Membuatku buta waktu, karena semuanya
terasa sama di jam berapa pun itu. Walaupun aku punya jendela, aku tidak pernah
bisa merasakan cahaya matahari datang dari sana. Apa gunanya jendela di
ruanganku ini?
Apa gunanya semua hiasan di dindingku, kalau ternyata
dinding-dindingku tetap terasa dingin?
Apa gunanya ventilasi udara, kalau ternyata aku masih tetap
merasakan sesak dan kepanasan?
Apa gunanya ruangan kecil ini, kalau ternyata malah
membuatku selalu resah?
Aku hanya ingin sebuah ruangan tanpa batas, tanpa ukuran,
tanpa sekat. Aku ingin merasakan semua cuaca. Aku ingin menghirup udara
sebebas-bebasnya, sampai-sampai cadangan oksigenku penuh. Aku ingin merasakan
cahaya matahari yang membakar kulitku. Aku ingin merasakan hembusan angin dari
arah angin yang tak tentu. Aku ingin melihat ruangan yang lebih luas, daripada
ruangan ku. Ruangan yang tidak hanya berisikan meja beralaskan kertas kado
usang, lemari kayu yang sudah renta, tempat tidur yang tidak cukup untukku, dan
sepasang kursi yang membuatku lelah duduk di kursi-kursi itu.
Aku dapat menggoreskan imajinasiku dimana pun. Membuatnya
tidak merasa sepi dan hampa lagi. Aku akan membuat negeri ajaibku, membiarkan
diriku tersesat disana, dan berpura-pura ini akan bertahan selamanya. Karena
hidup ini tidak pernah lebih buruk, tapi tidak pernah lebih baik juga.
Komentar