Langit
Mataku tak pernah letih memandangi langit. Entahlah langit
selalu punya caranya sendiri untuk menghipnotis diriku. Yang paling aku suka
dari Langit adalah perubahan warnanya dan awan-awan berbagai bentuk yang selalu
menjadi bahan imajinasiku. Hai langit, hari ini kamu tampil sangat cerah.
Apakah kamu baik-baik saja?
Kadang mataku lelah menatapmu, kamu terlalu silau di pagi,
siang, dan sore hari. Dan malam hari mataku terasa sejuk menatap teman kecil-mu
yang berkelap-kelip indah di atas sana. Aku bukanlah langit. Aku hanya setitik
dari bagian langit yang tersimpan di akhir namaku. Aku mungkin bisa tetap indah
bagaikan langit diatas sana, tapi kalian semua tidak pernah tau apa yang
disembunyikan langit.
Langit siang ini cerah, tapi kita tak pernah tau rencana langit
di detik berikutnya. Mungkin detik berikutnya langit akan berubah mendung
dengan warna hitam mencekam, awan-awan berubah menjadi abu-abu tua, petir
bersaut-sautan di langit mencapai tanah, dan angin yang berhembus kencang. Pada
akhirnya hujan pun tiba, pertanda langit menangis. Setelah itu bisa saja
pelangi muncul dan langit kembali cerah. Memang sungguh sulit memprediksikan
langit.
Zaman terus berganti. Waktu terus berputar dan saat itulah
manusia-manusia dengan kecerdasannya mempelajari tentang langit dan cuaca.
Mereka mempelajari kapan langit akan cerah dan kapan langit akan gelap?
Atau bisa saja para astronom yang mempelajari tentang benda
langit dan badan meteorology salah dalam memprediksikan cuaca di langit. Langit
bisa saja hujan seharian ini dan esoknya ia akan cerah seharian. Dan besoknya
hujan akan turun dengan sangat cerah tanpa awan mendung sama sekali. Masih
sulit untuk memahami langit begitu juga diriku yang masih sulit memahami langit
yang tersimpan di akhir namaku.
Aku memang hanya bagian terkecil dari langit, tapi aku juga
seperti langit.
Komentar