Book Review: Novel 'The Architecture of Love' oleh Ika Natassa



Judul :The Architecture of Love
Penerbit: GRAMEDIA
PENULIS:Ika Natassa
Harga: Rp. 84.000
Sinopsis:

“People say that Paris is the city of love, but for Raia, New York deserves the title more. It’s imposible not to fall in love with the city like it’s almost impossible not to fall in love in the city”

New York mungkin berada di urutan teratas daftar kota yang paling banyak dijadikan setting cerita  atau film. Di beberapa film Hollywood, mulai dari Nora Ephron’s You’ve Got Mail hingga Martin Scorsese’s Taxi Driver, New York bahkan bukan sekedar setting namun tampil sebagai “karakter” yang menghidupkan cerita.
        Ke kota itulah Raia, seorang penulis, mengejar inspirasi setelah sekian lama tidak mampu menggoreskan satu kalimat pun.
        Raia menjadikan setiap sudut New York “kantor”-nya. Berjalan kaki menyusuri Brooklyn sampai Quens, dia mencari sepenggal cerita di tiap jengkalnya, pada orang orang yang berpapasan dengannya, dalam percakapan yang dia dengar, dalam tatapan yang sedetik-dua detik bertaut dengan kedua matanya. Namun bahkan setelah melakukan itu setiap hari, ditemani daun-daun menguning berguguran hingga butiran salju yang memutihkan kota ini, layar laptop Raia masih saja kosong tanpa cerita.
         Sampai akhirnya dia bertemu seseorang yang mengajarinya melihat kota ini dengan cara berbeda. Orang yang juga menyimpan rahasia yang tak pernah dia duga.

Review:

Novel ini menceritakan seorang wanita bernama Raia yang pergi ke kota yang tak pernah tidur, New York City hanya untuk menulis kembali. Wanita yang tidak suka pesta dan penggemar kartun Tom & Jerry ini berharap bisa menemukan sesuatu di New York dan menjadi bahan tulisan untuk buku selanjutnya. Sayangnya berbulan-bulan ia di NYC tak satu pun kata muncul di kepalanya, hingga akhirnya malam pergantian tahun, di dalam gelapnya ruangan yang hanya disinari cahaya bulan dan gemerlapnya New York, Raia menemukan seseorang yang saat itu belum ia pastikan akan membuat dia melihat New York dengan cara yang berbeda. Raia menemukan seorang pria dengan sweater abu-abu, celana jeans, dan mengenakan kaos kaki hijau−yang  aneh baginya− tanpa sepatu yang sedang menggoreskan sesuatu di buku sketsanya. Raia memuji hasil menggambar pria itu. Seperti memang sudah terbiasa dan memang ahlinya menggambar. Malam itu Raia belum mengetahui namanya dan bahkan tak pernah terpikirkan kalau pria itu sangat mempengaruhi dirinya. Sampai keesokannya takdir mempertemukan lagi dengan River, pria yang selalu memakai kaos kaki hijau dan fanatik dengan pop corn.

Hari-hari Raia dan River di New York pun tak mereka lalui dengan sendiri. Sebelumnya Raia berkeliling New York mencari inspirasi untuk tulisannya, dan River berjalan dari satu gedung pencakar langit sampai ke subway hanya untuk menggambar keindahan kota ini dari sudut pandangnya. Tapi kini mereka berbagi tempat, berbagi cerita, berbagi makanan kesukaan, berbagi candaan. Sampai suatu hari sebuah rahasia yang mereka pendam pun akhirnya terbuka. Raia dan River punya masa lalu yang sampai saat ini belum berdamai. Mereka masih terbelenggu oleh masa lalu masing-masing, sampai akhirnya takut untuk memulai, karena Raia takut tersakiti kembali dan River takut meninggalkan kenangan terindahnya.
New York tidak hanya terkenal sebagai kota yang tak pernah tidur. Kebisingannya mampu membuat River tenang. Bagi Raia New York adalah kota yang penuh dengan harapan, semua orang yang datang kesini, mimpinya akan menjadi kenyataan. Satu hal yang harus mereka ketahui New York juga kota yang romantis. Di setiap sudutnya penuh dengan kisah romantis, it’s impossible not to fall in love with the city like it’s almost impossible not to fall in love in the city.

***
Saya mengenal Ibu Hari Raya dan Bapak Sungai di awal tahun baru yang diperkenalkan oleh Kak Ika di twitter dengan #pollstory. Poll story Kak Ika saat itu yang membuat saya kembali lagi memainkan akun twitter saya yang sudah berdebu. Setiap selesai membaca episode-nya dan akhirnya disuruh menentukan episode selanjutnya, disitulah rasa excited muncul. Pasti selalu berandai-andai, kalau saya milih yang ini, nanti ceritanya bakal gimana ya? Atau yang itu, nanti bakal ada kejutan apa ya? Sampai akhirnya poll story itu harus berakhir di hari valentine, hari itulah menjadi hari valentine paling menyedihkan (padahal pacar aja nggak punya).

Selang beberapa hari, Kak Ika memberikan sebuah kejutan bahwa kelanjutan cerita kedua sejoli yang berlatar belakang di New York akan dijadikan buku. Untungnya Kak Ika selalu memberi perkembangan saat dia menulis bab per babnya, dan ada beberapa bab yang ia tambahkan, juga ada kejutan seperti, Ale dan Anya (Critical Eleven) yang reunian dengan Haris (Antologi Rasa). Sampai ke kejutan pre-order dan buku ini lahir dan disebar ke seluruh toko buku-toko buku di Indonesia. 

Saat saya buka kemasan novelnya, saya langsung jatuh cinta dengan pembatasnya, sampai-sampai saya simpan pembatas yang asli, dan saya ganti dengan pembatas yang lain. Saya salut dengan gaya menulis Kak Ika yang semakin berkembang tapi tidak berubah juga, tetap genius. Saya juga suka dengan kuatnya masing-masing karakter, walaupun ada tokoh-tokoh lain di dalamnya, sampai-sampai bawa si Ale dan Haris, kedua tokoh, Raia-River ini tetap kuat membawa cerita ini sampai akhir. 

Komentar

Postingan Populer